Urgensi Pendidikan Lingkungan


Pada tanggal 5 Juni biasa diperingati sebagai hari lingkungan hidup, momentum ini cenderung diperingati sebagai titik pijak untuk menyadarkan umat manusia memelihara lingkungan hidup. Hal terakhir itu tentu lebih relevan lagi diterapkan pada generasi muda. Salah satu solusi untuk itu adalah melalui pendidikan lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan itu tentu sangat urgen, mengigat semakin parahnya kerusakan lingkungan hidup yang menyebabkan menurunnya kwalitas kehidupan.
Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya.
Kerusakan lingkungan hidup terjadi karena adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung sifat fisik dan/atau hayati sehingga lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (KMNLH, 1998). Kerusakan lingkungan hidup terjadi di darat, udara, maupun di air.
Data Departemen Kehutanan menunjukkan lahan kritis di luar kawasan hutan mencapai 15,11 juta hektar dan di dalam kawasan hutan 8,14 juta hektar. Hutan rusak dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sudah mencapai 11,66 juta hektar dan lahan bekas HPH yang diserahkan ke PT. Inhutani 2,59 juta hektar. Mangrove yang rusak dalam kawasan hutan telah mencapai luasan 1,71 juta hektar dan di luar kawasan hutan sebesar 4,19 juta hektar. Total hutan yang rusak sudah mendekati angka 57 juta hektar. Ironisnya, kapasitas lembaga yang bertanggung jawab merehabilitasi hutan dan lahan dengan inisiatif pemerintah tak cukup kuat menangani kerusakan yang terjadi.
Hal itu juga diperparah dengan kenyataan bahwa melorotnya sumber air, permukaan air bawah tanah, daerah-daerah rawa-rawa dan teluk sehingga tidak meratanya penyebaran air yang ketiadaannya menjadi pertanda bagi kematian dan kehancuran. Fakta Gangguan layanan air minum kembali dialami ratusan ribu warga Jakarta. Warga yang menjadi pelanggan PT Aetra dan PT Palyja hanya dapat merasakan pasokan air pada pukul 02.00-05.00. Itu pun dengan kondisi air yang keruh dan beraroma tidak sedap. komisaris PT Palyja, Bernard Lafrogne menjelaskan, gangguan terjadi karena saluran air di Curug banyak tersumbat pasir. Penurunan intensitas hujan di Bogor dalam beberapa hari terakhir juga menjadi faktor penyebab hal itu.
Akhirnya, benda yang semula bukan sesuatu yang susah untuk diperoleh menjadi suatu yang sangat susah dalam pemenuhannya. Akibatnya, Fenomena membeli air jerigen demi pemenuhan dahaga, bukan tidak mungkin lambat laun akan menghasilkan mafia air. Ketika musim hujan, harga air akan turun, tetapi pada kemarau panjang, harganya meninggi karena harga sudah ditentukan.
Dari permasalahan di atas, upaya pendidikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap umat manusia, dari balita sampai manula. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi anak cucu kita kelak.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan kehidupan adil dan makmur bagi rakyatnya tanpa harus menimbulkan kerusakan lingkungan ditindaklanjuti dengan menyusun program pembangunan berkelanjutan yang sering disebut sebagai pembangunan berwawasan lingkungan.
Pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya peningkatan kualitas kehidupan manusia secara bertahap dengan memerhatikan faktor lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan dikenal dengan nama Pembangunan Berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan kesepakatan hasil KTT Bumi di Rio de Jeniro tahun 1992. Di dalamnya terkandung 2 gagasan penting mengenai kebutuhan dan keterbatasan. Manusia yang menjadi subjek berkembang yang harus memenuhi semua kodrat alaminya untuk menopang kehidupan dengan memahami kelangkaan dan keterbatasan lingkungan dalam upaya memikirkan masa depan.
Realisasi segala upaya itu harus didukung oleh pihak yang terkait langsung dengan lingkungan tersebut. Manusia, secara sadar dan bertahap melaksanakan dan menjalankan konsep pembangunan berkelanjutan.

0 komentar:

Posting Komentar