KONSEPSI EKONOMI HATTA


Baimaik sabalun habih
Ingek sabalun kanai
Ado jan dimakan
Indak ado baru dimakan.

Bait di ataslah yang mewakili pergerakan juang Hatta dalam mengkritisi masalah ekonomi Indonesia dimasa-masa perjuangannya kala itu lewat tulisan-tulisannya. Menyikapi sistem ekonomi Belanda yang saat itu banyak di dukung kaum feodal dalam negeri serta para komprador, pada tahun 1933 Hatta menulis: Ekonomi Rakyat dalam Bahaya. Dalam tulisanya Hatta berpendapat bahwa mengenyahkan sistem ekonomi kolonial Belanda merupakan landasan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Menurut Hatta struktur sosial-ekonomi rakyat Indonesia pada zaman kolonial Belanda menempati struktur terbawah. Dampaknya, ekonomi rakyat pribumi selalu mengalami tekanan dalam konstalasi ekonomi saat itu. Ancaman, manipulasi, pemaksaan, kepemimpinan paksa dan otoritas menjadikan rakyat pribumi selalu dalam posisi korban. Rakyat yang berperan sebagai konsumen, nasibnya sangat bergantung pada saudagar asing dengan jalan piutang. Harga barang pun hanya ditentukan oleh asing. Jika ada rakyat yang sebagai penjual, ia hanya bisa menjual barangnya dengan harga yang sangat rendah.
Disisi lain, ekspor bahan-bahan mentah oleh pihak asing dalam struktur ekonomi Indonesia waktu itu pun dinilai Hatta hanya menguatkan perekonomian para penjajah dan menekan permintaan efektif dalam negeri agar tidak muncul. Akibatnya akan menyebabkan timpangnya struktur ekonomi dan struktur sosial dalam masyarakat. Maka dari itu, menurut Hatta diperlukan sebuah diversifikasi produksi untuk menghilangkan ketergantungan atas ekspor bahan-bahan mentah primer.
Selanjutnya, perkembangan ekonomi dan kemakmuran harus bisa dinikmati seluruh masyarakat melalui pemanfaatan public goods yang dikuasai oleh Negara, pemerataan kesempatan dan posisi tawar yang adil antar aktor-aktor ekonomi. Dari hal itu, diharapkan masing-masing aktor memperoleh porsinya yang wajar dalam nilai tambah. Dan selanjutnya, dominasi penguasaan usaha-usaha ekonomi dari tangan asing dan golongan asing juga harus dialihkan ke tangan orang-orang pribumi tanpa adanya adanya perbedaan antara mayoritas dan minoritas. Sistem ekonomi yang di bangun juga harus bercirikan keadilan sosial, partisipasi rakyat yang luas dan demokrasi politik yang benar-benar berazaskan kedaulatan rakyat sepenuhnya.
Dari semua masalah di atas, organisasi koperasi sangat diperlukan untuk menghimpun para pelaku ekonomi rakyat agar produk-produk yang mereka hasilkan bisa langsung dijual kepada konsumen dengan posisi tawar yang kokoh. Koperasi, menurut Hatta juga bisa menjadi wadah yang bertanggung jawab membeli barang-barang yang diperlukan pelaku ekonomi rakyat langsung dari pemasok di sektor ekonomi modern dengan posisi tawar yang kokoh juga. Dengan begitu, harapannya para penindas dan parasit ekonomi bisa disingkirkan sebersih mungkin.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, koperasi dapat diartikan sebagai perserikatan yang memenuhi keperluan kebendaan para anggotanya dengan cara menjual barang-barang kebutuhan dengan harga murah(tidak bermaksud mencari untung). Jadi, makna kerakyataan yang tertuang dalam ekonomi hatta mengandung arti sempit yaitu segala sesuatu yang mengenai rakyat. Baik kepentingan, keuntungan dan prioritas utama dalam perekonomian.
Sesuai pernyataan Arif (1995) dalam makalah Mengembangkan Kompetensi Inti dan Konsep Bisnis Koperasi oleh Aji Dedi Mulawarma yang sependapat dengan pandangan Hatta, yang kita inginkan ialah rakyat yang memiliki kedaulatan, bukan negara yang memiliki kedaulatan, dengan maksud;Perekonomian yang bebas dari kepentingan pihak manapun kecuali kepentingan rakyat banyak, perekonomian bebas dari godaan untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga dengan menggunakan kekuasaan yang dipegangnya, perekonomian yang mengatur suatu ideologi politik yang memihak rakyat banyak, prokeadilan, anti penindasan, anti feodalisme, nepotisme dan despotisme, menjunjung tinggi integritas, menghargai kerja nyata dan “committed” terhadap emansipasi kemanusiaan untuk semua orang dan perekonomian yang tidak melaksanakan pemerintahan negara sebagai suatu “soft state”, yaitu suatu pemerintahan yang lemah dan tidak berani melaksanakan tindakan hukum terhadap segala bentuk penyimpangan yang menghambat proses transformasi sosial yang hakiki.
Akhirnya Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di dalam “konstitusi”. Pada kitab UUD 45, BAB XIV mengenai kesejahteraan sosial, terbagilah atas tiga pasal yaitu:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

0 komentar:

Posting Komentar