Untuk kesekian kali motivasi menulis tergerak seketika selesai menonton Kick Andy di Metro TV edisi berbakti untuk anak negeri. Dikisahkan ketulusan tanpa pamrih sosok Aminuddin untuk membimbing dan melatih anak-anak pesisir pantai Ketaping, Kec Batang Anai, Padang Pariaman yang gemar bermain bola. Sekolah sepak bola (SSB) Samudra, sekolah sepak bola kampung yang didirikannya sudah mewujudkan cita-cita beberapa anak menjadi pemain bola profesional di tingkat nasional dan Internasional.
Ketika tim Kick Andy Hope dari Metro TV melakukan liputan di tengah lapangan hijau pesisir pantai Ketaping Padang Pariaman bersama Andrea Hirata, terlihat segerombolan anak yang sedang memperebutkan tiga buah bola dan dua anak lainnya berdiri di tiang gawang yang sudah goyang. Sama seperti anak-anak di Belitong dalam novel ke-7 Andrea Hirata, Sebelas Patriot. Mereka juga memiliki cita-cita besar di setiap keterbatasan dalam menghabiskan masa kanak-kanaknya. Jika ditanya, cita-cita setiap anak biasanya sesuai dengan apa yang digemarinya. Jawabannya selalu ingin menjadi profesional sesuai apa yang disukainya. Anak yang gemar membaca sains biasanya ingin menjadi seorang Dokter atau ilmuan. Anak yang senang main boneka biasanya ingin menjadi seorang perawat. Anak yang suka mencoret-coret meja biasanya ingin menjadi seorang pelukis dan anak yang senang bermain bola biasanya bercita-cita penjadi pemain sepak bola yang terkenal.
Lingkungan pendidikan pada hakikatnya merupakan salah satu sarana dalam rangka mengupayakan pembinaan dan pengembangan kecakapan anak sesuai dengan talenta yang dimilikinya agar lebih terarah dan terprogram. Oleh karena itu, melalui proses bimbingan yang berjenjang, diharapkan setiap anak diberikan kesempatan untuk menimba ilmu dan menyalurkan hobi dalam konteks yang tepat dan pada gilirannya benar-benar menjadi sosok yang profesional sesuai dengan keinginannya. Pendidikan formal yang dipandang sebagai lingkungan unggul dalam menempah kecakapan anak, tidak cukup menjamin terjadinya proses pembelajaran yang sesuai dengan keinginan anak. Karena, dalam kesehariannya ketika anak berada di luar sekolah, anak lebih leluasa memiliki kecakapan dan keahlian dengan baik. Seperti memahami dua bahasa dalam waktu relatif singkat yaitu bahasa ibu biasanya bahasa daerah dan bahasa Indonesia tanpa ada tekanan dan paksaan. Berbeda dengan belajar di sekolah, anak selalu menemukan kesulitan yang kadang-kadang dapat menghasilkan keadaan yang membosankan dalam belajar anak.
Banyak anak yang mengeluhkan jenuh saat belajar di kelas. Terlihat dari beberapa anak sering melakukan aktivitas lain saat guru menjelaskan materi pelajaran di kelas, sering keluar masuk kelas dan bahkan ada yang membolos sekolah. Rendahnya aktivitas belajar anak dapat disebabkan kurangnya kesempatan yang guru berikan untuk mengalami proses belajar sesuai dengan perkembangan dan keinginan anak. Sehingga anak kurang bergairah dalam belajar. Hasil belajar pun hanya sekedar mengejar target lulus nasional. Oleh sebabnya, gambaran (citra) guru yang ideal selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. J. Sudarminta sebagai seorang filsuf dan pengamat pendidikan di Indonesia memberikan rambu-rambu tentang citra guru, beberapa diantaranya yaitu ; (1) guru harus sadar dan tanggap akan perubahan zaman, pola tindak keguruannya tidak rutin (tidak dibenarkan jika guru menerapkan pola kerja yang baku tanpa memperhatikan individualistis peserta didik), (2) guru tersebut maju dalam penggunaan dasar keilmuan dan perangkat instrumentalnya (misalnya membaca keilmuan, sistem berpikir, kecakapan problem-solving, seminar dan sejenisnya) yang diperlukannya untuk belajar lebih lanjut (berkesinambungan), (3) guru hendaknya berwawasan dan berkemampuan menggalang partisipasi masyarakat di sekitarnya, tanpa menjadi otoriter dan dogmatik dalam pendekatan keguruannya.
Jika Aminuddin dengan SSB Samudra bisa mengantarkan anak asuhnya menjadi pemain bola profesional dengan segudang prestasi, maka kaum pendidik seperti guru seharusnya cepat untuk beradaptasi. Implikasi perubahan dalam dunia pendidikan, harus dihadapi dengan bijak. Guru harus siap dalam menghadapi semua perubahan baik perubahan kurikulum, atau pun perubahan kebijakan pendidikan lainnya. Yaitu perubahan tidak hanya sebatas perubahan struktur dan isi kurikulum, atau sekedar perubahan isi pembelajaran. Tetapi perubahan yang menuntut perubahan sikap dan perilaku dari para guru. Seperti perubahan karakter, mental, metode, dan strategi dalam pembelajaran.
Untuk menjawab tantangan pendidikan di masa mendatang, yang terus mengalami perubahan sangat cepat, sosok guru harusnya sadar dan tanggap terhadap perubahan. Guru tidak lagi menjadi manusia egois yang merasa paling pintar. Menjadi seorang guru pembelajar yaitu guru yang mau tau akan pergeseran perubahan. Mau menerima secara sadar terhadap pemikiran-pemikiran baru di dunia pendidikan.